Jumat, 10 Oktober 2014

Bahan Material Bangunan yang “Bersahabat”



Penggunaan material bahan bangunan yang tepat dan efisien berperan besar dalam menghasilkan bangunan bersahabat dengan lingkungan.

I
su seputar pemanasan global dewasa ini telah mendorong lahirnya arsitektur bangunan dan material yang berbasis “hijau”. Konsep hijau disini tak hanya sekedar memerhatikan komposisi luas lahan untuk penghijauan saja, tapi juga turut memerhatikan material yang digunakan pada sebuah hunian.
Penggunaan material bahan bangunan yang tepat dan efisien berperan besar dalam menghasilkan bangunan berkualitas dan bersahabat dengan lingkungan. Tapi tahukah anda, kriteria apa saja yang dibutuhkan agar material dikatakan ramah lingkungan?
Nah, berikut ini adalah beberapa kriteria menurut pendapat dari sejumlah desainer interior:
1. Bahan material mudah terurai secara alami dan dapat diperbaharui dalam jangka waktu yang pendek.
2. Tidak mengandung bahan kimia beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan sekitar.
3. Dekat dengan alam. Artinya material terkesan alami, seperti bata, tanah, kayu, dan lainnya.
Dalam hal ini, material bahan alami memang banyak digemari. Kayu misalnya, selain tampilan desainnya yang menawan, material ini juga mampu menyerap hawa panas. Tapi sayangnya, jenis material ini terbukti sulit diperbaharui, sehingga perlu menghemat dalam pemakaiannya. Sebagai alternatif, bisa juga menggunakan batu bata yang ampuh menyerap hawa panas di dalam rumah.
Mengatasi makin terbatasnya material berbahan alami, saat ini beberapa produsen telah melakukan inovasi terhadap material bahan bangunan dengan meminimalkan terjadinya kontaminasi lingkungan. 
Lalu mengganti pemakaian material yang sulit terbarukan dengan material yang lebih ramah lingkungan. Maka tak heran jika kini dipasaran banyak ditemui material bahan bangunan yang sudah mendekat ke konsep “hijau”.

Berikutnya, Semen Akan Tergantikan
Sekitar tahun 1970, Ilmuan asal Australia, Joseph Davis menemukan material serupa semen pada struktur mineral di Piramid. Temuannya itu diberi nama Geopolimer. Nama itu diberikan karena materialnya merupakan campuran dari bahan-bahan alam non organik yang dibuat lewat proses polimerisasi. Didalamnya, terdapat kandungan unsur silikon dan alumunium.
Material ini mirip semen, tapi lebih ramah lingkungan. Berdasarkan penelitian oleh sejumlah ahli di Australia, proses pembuatan geopolimer tidak memerlukan energi yang besar sebagaimana pembuatan semen pada umumnya. 
Pembuatan geopolimer mampu mengurangi emisi gas rumah kaca, karena hanya membutuhkan sekitar 60 derajat celcius untuk menghasilkan beton yang berkualitas. Selain itu, material ini juga bisa dibuat dari abu layang batubara, sehingga tidak menghasilkan gas kabon dioksida yang menyebabkan efek rumah kaca.
Sebagai elemen material bangunan, geopolimer memiliki beberapa keunggulan dibanding produk semen lainnya, yakni kekuatan dan daya tahannya yang tinggi. Maka tak heran  jika kedepannya, semen yang notabenenya merusak lingkungan akan mulai berganti dengan pemakaian material polimer yang hemat energi dan ramah lingkungan.
(Astri Diana/IdeaOnline.co.id)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar