Kamis, 01 September 2016

Semarang Bangun Bangunan Apung Pertama di Indonesia

Bangunan apung di Tambak Lorok

Agenda pemerintah di bidang infrastruktur salah satunya bertujuan untuk mendukung sektor kemaritiman dan kelautan.
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR) mempersiapkan teknologi untuk menghadapi perubahan iklim demi mendukung sektor kemaritiman dan kelautan.

Untuk pembangunan pelabuhan misalnya, biayanya cukup mahal karena harus memancang tiang sampai dasar laut.

"Untuk memecahkan gelombang, kalau pakai teknologi biasa, nimbun-nya besar sekali," ujar Kepala Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR), Arie Setiadi Moerwanto, Jumat (26/8/2016).

Karena itu, inovasi Balitbang sangat dibutuhkan, terutama terkait inovasi wahana apung. Salah satu fitur wahana apung yang dapat diandalkan adalah meredam energi sehingga gelombang lebih tenang. Selain bangunan, wahana apung ini juga bisa dipakai untuk jembatan.

Rencananya, teknologi ini akan diterapkan di Cilacap untuk menghubungkan pulau-pulau di sekitarnya.

Adapun untuk bangunan, prototipe teknologi ini akan diterapkan di Tambak Lorok, Semarang, sebagai fungsi publik.

Bangunan ini memiliki dua lantai. Lantai bawah dapat dimanfaatkan sebagai balai pertemuan dan lantai atas sebagai perpustakaan atau rumah baca.

Konsep prototipe ini mengusung bangunan yang ramah lingkungan, mandiri dalam kebutuhan energi, dan tidak mencemari lingkungan.

Dasar bangunan menggunakan panel foam dan beton (B-foam). Sedangkan konstruksi bangunan menggunakan material baja dan bambu.

Kebutuhan listriknya menggunakan panel surya. Adapun untuk kebutuhan air bersih, bangunan ini menggunakan distilasi air laut.

Fitur lainnya adalah biofill atau biority yang digunakan untuk pengolahan air limbah kamar mandi atau WC.


 ☛ kompas.com   

Rabu, 18 Mei 2016

Inovasi Semen Bercahaya Terangi Jalan Tol

 

I
  lmuwan Jose Carlos Rubio ingin membuat satu cara menerangi jalan tol dan jalan raya pada umumnya tanpa menggunakan listrik.

Dia kemudian menemukan sebuah solusi inovatif, yakni mengembangkan struktur pembentuk semen yang dia rancang untuk bersinar saat gelap.

Rubio yang bekerja di Universidad Michoacana de San Nicolas de Hidalgo meneliti seluk beluk semen selama sembilan tahun.

Menurutnya, masalah pertama yang dia hadapi adalah fakta bahwa semen itu tak tembus cahaya. Rubio lantas mencari tahu lebih dalam tentang cara pembuatan semen.

Proses pembuatan semen diawali dengan mencampurkan serbuk dengan air dan setelah memadat berbentuk gel, semen tersebut masuk dalam bentuk serpihan kristal.

Serpihan ituv merupakan bagian dari semen yang tidak perlu. Rubio kemudian menemukan cara untuk mengubah struktur mikro semen yang membuat serpihan itu tidak muncul.

Hasilnya, semen tanpa serpihan kristal itu dapat menyerap energi matahari dan memancarkan cahaya ketika malam tiba.

Menurut Rubio, produk pemancar cahaya dari semen itu bisa bertahan selama 100 tahun dan bersinar selama 12 jam pada malam hari.

Intensitas cahaya yang dipancarkan dapat diubah sehingga tidak menyilaukan para pengguna jalan. Pancaran cahaya yang dihasilkan berwarna biru dan hijau.

Semen bercahaya itu tak hanya menghemat energi, tetapi proses pembuatannya juga ramah lingkungan. Selama pembuatan, satu-satunya hal yang dikeluarkan adalah uap air.

Penggunaannya menurut Rubio bisa untuk komersial. Menurut Rubio, setidaknya 4 miliar ton semen dibuat sepanjang 2015 silam dan semen bercahaya bukan hanya bisa digunakan untuk jalanan, tetapi juga gedung-gedung.

Teknologi semen bercahaya itu bahkan bisa digunakan dalam proses plester gedung. Saat ini, menurut data publikasi dari Investigacion y Desarrollo, penelitian Rubio ini telah mencapai tahap komersialisasi.


 ☛ kompas.com  

Senin, 09 Mei 2016

Kementerian PUPR Akan Membangun Jembatan Apung Pertama di Indonesia

K
 ementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan akan membangun jembatan apung yang akan menghubungkan Desa Ujung Alang dan Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Jembatan apung sepanjang 40 meter ini nantinya akan menjadi jembatan dengan teknologi apung pertama di Indonesia dan akan dipasang pada bulan Mei ini.

"Dipilihnya teknologi apung untuk jembatan ini dikarenakan setelah dilakukan pengamatan, lokasi di mana jembatan ini akan dipasang tidak dimungkinkan untuk membangun jembatan dengan teknologi pancang," kata Kepala Balitbang PUPR, Arie Setiadi Moerwanto, dalam keterangan tertulis, Kamis (5/5).

Ditambahkannya, kalaupun ingin dibangun dengan pancang, pembangunan jembatan ini akan membutuhkan dana yang sangat besar. Hasil pengamatan tim Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan) menemukan bahwa sedimen yang di lokasi tempat akan dibangun jembatan memiliki kedalaman hingga 20 meter.

Kondisi ini membuat tim memutuskan bahwa teknologi apunglah yang cocok untuk diaplikasikaan dalam pembangunan jembatan di kampung nelayan ini. Selain biaya produksinya lebih murah, keunggulan dari jembatan hasil teknologi Balitbang PUPR ini mudah dibongkar-pasang atau dipindah-pindah.

Pembangunan jembatan ini awalnya adalah usulan dari Mantan Menko Kemaritiman Dwisuryo Indroyono pada 2015. Kemudian pada awal 2016 ini Pusjatan memulai perancangan jembatan dan langsung melakukan trial assembly jembatan apung pada bulan Januari hingga April 2016.





 ☛ merdeka.com    

Kamis, 21 April 2016

Inovasi Pembuatan Rumah dalam Waktu Semalam Yang Terbuat Dari Plastik


S
ebagai salah satu kebutuhan pokok manusia, rumah menjadi salah satu hal yang penting untuk diperhatikan. Mulai dari tahap perencanaan, pembangunan sampai tahap perawatan.


Lalu bagaimana kalau rumah yang dibangun terbuat dari plastik dan dapat dibangun daam waktu satu malam saja?

Saat ini Sentra Teknologi Polimer Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (STP-BPPT) menciptakan rumah berbahan dasar material plastik. Banyak sekali keunggulan rumah tersebut seperti lebih tahan gempa hingga dilengkapi dengan teknologi anti kebakaran.

Senior Engineer STP-BPPT Johan A. Nasiri menuturkan, keunggulan lain rumah berbahan plastik tersebut terdapat pada kemudahan merangkai. Selain itu, bahannya kuat meski ringan. Rumah tersebut juga diyakini bakal lebih tahan goyangan gempa.

”Kalau bahannya sudah dalam bentuk panel-panel, membuat rumahnya cukup satu malam saja,” katanya di kompleks STP-BPPT Serpong, Tangerang Selatan.

Di belakang kantornya sudah ada rumah plastik yang tergolong mungil seluas 20 meter persegi. Sedangkan rumah serupa yang lebih besar, yakni seluas 40 meter persegi, dipasang di tempat peragaan iptek di Jogjakarta.

Bahan utama yang digunakan adalah plastik jenis spons atau busa. Plastik itu diolah sedemikian rupa sehingga lebih keras jika dibandingkan dengan busa-busa pada umumnya. Kemudian, busa itu dicetak dalam bentuk lempengan panel dengan ketebalan sekitar 5 cm.

Kemudian, busa itu ditutup dengan plastik fiber. Selain plastik busa, mereka juga menggunakan plastik gabus (styrofoam). Sistemnya hampir sama. Lembaran gabus dilapisi plastik fiber di kedua sisi. Khusus rumah plastik yang ada di Serpong, plastik busa digunakan untuk dinding. Sedangkan plastik gabus digunakan untuk lantai. Agak empuk saat diinjak.

”Tetapi, untuk rumah yang di Jogjakarta, gabus kami gunakan untuk dinding, sedangkan busa untuk lantai,” tuturnya. Rumah plastik yang dipajang di Jogja sudah dilengkapi dengan teknologi
anti kebakaran. Dengan demikian, meskipun material dinding dan lantai terbuat dari plastik, rumah itu tidak mudah terbakar.
Kepala STP-BPPT Dody Andi Winarto mengatakan, bersama dengan tim di BPPT, pihaknya akan terus mengkaji kelayakan rumah berbahan plastik itu. Di antaranya, kelayakan dari sisi keekonomisan jika dibandingkan dengan rumah berbahan batu bata atau kayu.







 ☛ goodnewsfromindonesia.org