Jumat, 16 Oktober 2015

Atap Alang-alang Yang Tahan Terhadap Api


Jakarta - Pameran Indobuildtech ke-10 yang berlangsung di JCC, Jakarta menampilkan beberapa produk inovasi. Antaralain ada perusahaan yang menawarkan produk atap bangunan terbuat dari alang-alang sintetis tahan api. Produk tersebut bisa digunakan sebagai atap pada rumah, hotel maupun villa.

PT Polymindo Permata merupakan perusahaan yang menjual atap alang-alang sintetis ini. Menurut Executive Vice President PT Polymindo produknya ini tidak mudah terbakar dan telah teruji di Amerika Serikat (AS).

"Dari fire safety ini paling tertinggi untuk stadar building di Amerika," ungkap Johan kepada detikFinance di JCC, Jakarta.

Johan menjelaskan, produk atap dari bahan alang-alang sintetis yang telah digunakan pada hotel bintang lima di Kuta Bali ini, dari hasil pengujian meskipun atapnya telah terbakar tetapi tidak sampai mengenai kontruksi di bawah atap alang-alang sintetis ini.

"Pas dibuka didalamya itu belum terbakar. Masih utuh," imbuhnya.

Produk yang membawa konsep natural ini, memiliki keunggulan jauh dari atap alang-alang natural yang selama ini digunakan di Indonesia. Menurutnya, atap alang-alang sintetis ini bisa tahan hingga 20 tahun.

"Komposisi harga, kalau dilihat life time buildingnya ini lebih murah dari alang-alang karena alang-alang tiap 2 sampai 3 tahun harus ganti kalau ada kerusakan. Kalau ini saya bisa jamin 20 tahun," tutup Johan.

Indobuildtech Expo 2012 diikuti oleh 315 peserta dari 22 perusahaan dalam dan luar negeri. Untuk peserta dari luar negeri berasal dari China, Jepang, Kanada, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan, Uni Emirat Arab dan Vietnam.

   finance.detik.com  



Doktor di Malang Temukan Konstruksi Beton Bambu Anti Gempa

Dr Ir Baig Sri Umniati ST MT, dosen Universitas Negeri Malang, menunjukkan temuannya: angker bambu untuk menambah daya tahan beton.

MALANG, KOMPAS.com – Universitas Negeri Malang (UM) menemukan metode pemasangan bambu untuk campuran beton. Produk itu bernama Angker Bambu. Peggunaan angker ini bisa menguatkan beton dan sambungannya hingga dua kali lipat.

Dr Ir Baiq Sri Umniati MT adalah sosok di balik inovasi ini. Jebolan doktor dari Universitas Brawijaya ini tengah mengamati hasil penelitian angker bambunya yang sudah dimulai sejak 2013. Hasil penelitian itu tersimpan dalam laptopnya.

Bentuk angker bambu itu boleh dibilang unik, berupa setengah lingkaran bambu, dan memiliki panjang sekitar 25 centimeter. Pada bagian atas, bambu tadi dipotong seukuran dua centimeter supaya bisa dikaitkan dengan rangka beton.

Jika seluruh proses pembuatan angker bambu selesai, alat tersebut masih belum bisa digunakan. Angker tadi harus dikeringkan terlebih dulu selama satu bulan guna mengurangi kadar air dalam bambu.
Selanjutnya, bambu juga harus dicat terlebih dulu, lalu diberi pasir. Cat itu berguna untuk menempelkan pasir pada bambu.

“Pemberian pasir di bambu supaya angker tak bergeser selama berada di dalam beton. Sebab, penggunaan bambu di beton membuat rongga. Pasir ini berguna untuk menutup rongga-rongga tadi, sehingga bambu ini mencengkeram beton,” jelas Ketua Jurusan Teknik Sipil UM ini.

Apabila seluruh proses ini dilewati, maka angker bisa dipasang. Angker dipasang di empat sisi rangka balok, lalu diberi pengait supaya angker tak bergeser saat proses pembuatan semen.
“Dalam penelitian ini, saya memasang angker dan kekuatannya pada sambungan beton balok,” katanya.
Penelitian itu untuk melihat kemampuan angker bambu menahan beban pada beton bambu bangunan bertingkat.

Hasilnya, “Angker bambu ini bisa menahan beban vertikal beton hingga 10 ton. Untuk beban horisontal, kemampuannya bisa lebih dari 200 ton,” ungkapnya.

Hasil penelitian itu,mengindikasikan bahwa penggunaan Angker Bambu membuat bangunan tahan gempa. “Angker tidak membuat beton patah, ataupun bengkok jika terkena goyangan gempa,” katanya.

Keuntungan lain dari penelitian ini, lanjutnya adalah biaya pembuatan beton yang murah. Ini disebabkan seluruh bambu didapat dari alam sekitar. Sri mengaku mendapatkan bambu tadi dengan gratis.

Meski demikian, penelitian ini memakan waktu sekitar tiga bulan. Satu bulan untuk membuat bambu itu kering, lalu satu bulan lagi untuk melihat kondisi beton setelah 28 hari.

“Saya memang meneliti dengan durasi waktu satu bulan,” katanya.

   kompas.com