Teknologi sistem Cakar ayam yang dimodifikasi ternyata dapat
digunakan untuk konstruksi jalan diatas tanah lunak. Teknologi ini telah
digunakan untuk membangun jalan Tol Sedyatmo penghubung lalu lintas ke arah
Bandara Soekrano-Hatta. Selain bisa menghemat waktu, penggunaan teknologi
ini juga dapat menghemat biaya konstruksi, dibanding kalau menggunakan
teknologi cakar ayam asli. Mengingat petumbuhan kota-kota di Indonesia
secara tradisional berada di dekat pantai atau hilir sungai, seperti jalur
transportasi sungai, akses perdagangan lewat laut sehingga pertumbuhan
kota-kota besar selalu membutuhkan prasarana transportasi. Dan untuk
menjangkaunya dibutuhkan akses jalan. Sekretaris Balitbang, Dep.PU,
Supardi menyatakan hal itu dalam sambutannya pada Seminar Sehari yang bertajuk:
Teknologi Jalan Di Atas Tanah Lunak.
Supardi
menyatakan, menurut data kurang lebih 20% daerah pantai di Indonesia
terdiri dari tanah lunak. Bermacam teknologi sudah ada dan diterapkan
khususnya teknologi pembangunan di atas tanah lunak. Dia mencontohkan,
antara lain Vertical Drains, Cecuruk, Stabilisasi (Mekanik atau Kimia)
dan pondasi Sistem Cakar Ayam. Namun teknologi yang disebut terakhir
juga telah diterapkan pada Bandara Soekarno-Hatta dan Akses Cengkareng,
tambahnya.
Dijelaskan,
sebelumnya kendala utama yang masih dialami dengan penggunaan Teknologi
Sistem Cakar Ayam dalam terjadinya penurunan timbunan yang dapat
memperkokoh plat terhadap puntir. “Dari sini, timbul pemikiran untuk
memodifikasi sumuran itu dengan Box Cuvert untuk mengatasi penurunan.
Lalu mengganti bahan sumuran dengan pipa baja,” ungkap Supardi.
Pekerjaan
Modifikasi sistem Cakar Ayam antara lain penggantian slab stiffener pipa
beton dengan pipa baja galvanis yang 700% lebih ringan, penempatan slab
pada posisi tanah asli (tidak di atas timbunan); dan pengembangan dan
penggunaan material timbunan ringan. Karena ringan dan tipis (pipa baja)
sehingga memudahkan dalam pelaksanaan. Pasalnya, tidak perlu alat berat
lagi dan tidak perlu pengerasan sementara dalam pelaksanaannya. Selain
itu, waktu pengerjaan jadi relatif lebih cepat dan biaya juga relatif
jauh lebih murah serta saat penancapan pipa baja, tanah asli sama sekali
tidak terusik (dibandingkan dengan pemasangan pipa beton pada sistem
cakar ayam asli).
“Kami telah
evaluasi dan melakukan modifikasi teknologi sistem cakar ayam, tetapi
tidak menutup kemungkinan alternatif lain dalam konstuksi jalan di atas
tanah lunak.” kata Bambang Suhendro, peneliti dari UGM. Menurutnya,
modifikasi pertama adalah mengganti pipa beton dengan berat 1 ton per
pipa menjadi pipa baja dengan berat 35 kg per pipa. Pada tanah lunak hal
tersebut sangat berarti karena mengurangi kapasitas yang tersedia. Pipa
baja tersebut sudah di calvanized sehingga anti karat selama 25 tahun.
karena ringannya proses pemasukan ke tanah dan pengangkutan tidak
memerlukan alat berat, dengan tenaga manusia dapat dilakukan.
Selain itu,
tegas Bambang teknologi ini menghemat waktu dan biaya. Setelah mendekati
25 tahun, dengan kondisi tanah yang berubah, sistem cakar ayam tetap
bisa bertahan. Dengan pipa baja produk indonesia yang telah melalui
proses calvanized. Produk ini sudah dipakai di Australia dan diklaim 25
tahun tahan karat. Sistem cakar ayam modifikasi ini sudah diterapkan di
Blitar, Jalan Sedyatmo. Keunggulan lainnya, tambah Bambang terknologi
ini mampu digunakan untuk jalan perkerasan terberat seperti di airport
dengan beban yang lebih berat lima sampai enam kali dari jalan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar