Dr. Ir. Arief Sabbarudin, CES dari Puslitbang PU menyampaikan gagasannya tersebut dalam acara seminar "roadshow" kompetisi karya tulis, arsitektur dan konstruksi Indocement Awards 2014, di Politeknik Negeri Bandung, Sabtu (14/6/2014).
Arief menjelaskan pada Kompas.com bahwa teknologi semacam ini sudah mulai diterapkan oleh Joko Widodo di Jakarta untuk membangun kampung deret. Menurutnya, jika dibandingkan dengan teknologi pembangunan rumah konvensional, cara baru ini lebih efektif. Sayangnya, Arief enggan menjabarkan sejauh mana sistem konvensional tertinggal jauh oleh sistem baru ini.
Arief hanya meyakinkan, bahwa pre-fabricated house sangat
cocok untuk membangun rumah di daerah kumuh. Daerah-daerah kumuh yang
umumnya sempit membuat penempatan material lebih sulit. Selain itu,
pengerjaannya pun cukup lama.
"Kalau kita pakai (cara) konvensional, itu material ditempatkan di mana? Dengan precast dia tinggal bangun saja. Bahkan, dengan pre-fabricated
lebih cocok dan lebih rapi. Hasilnya lebih bagus, lebih cepat. Kalau
yang konvensional tiga bulan, paling cepat dua setengah bulan. Kalau
dengan ini, tiga hari selesai," imbuhnya.
Soal biaya pun lebih murah. Menurut Arief, penggunaan metode ini
membuat harga rumah bisa lebih murah antara 30 sampai 40 persen.
"Artinya kita harus pisah ya, ada biaya produksi ada harga jual. Nah, kalau biaya produksi yang RHISA (nama metode pre-fabricated house yang
diperkenalkan Arief beserta timnya) ini kalau UKM-nya baru mulai, dia
pasti dengan harga konvensional, seimbang karena ada investasi di awal.
Jika investasi cetakan terlampaui biayanya, dia akan lebih turun 30-40
persen. Jauh lebih murah setelah jadi. Investasi besar hanya pada
cetakan. Jadi margin-nya hampir sama dengan konvensional," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam kesempatan yang berbeda, Mantan Ketua Umum
Realestat Indonesia (REI) Teguh Satria mengungkapkan bahwa jumlah
kekurangan rumah di Indonesia mencapai 15 juta unit. Setiap tahun,
jumlah ini meningkat hingga 800.000 unit.
"Backlog, angka resmi BPS 13,6 juta unit. Kita perkirakan
akhir 2013 hampir 15 juta. Kebutuhan tiap tahun tidak bisa dipenuhi.
Selama ini yang kita ikuti, belum ada satu pejabat yang menjamin kapan
seluruh rakyat bisa menempati rumah murah," ujar Teguh.
Sumber : http://properti.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar